Jumat, 05 Februari 2010

PostHeaderIcon KKPA menolong atau merampok

KKPA adalah program kerjasama usaha antara petani dengan perusahaan perkebunan dengan dana berupa pinjaman dari Perbankan Nasional. KKPA adalah singkatan dari Kridit Koperasi Primer untuk Anggota.

Secara garis besar dapat di jelaskan model kerja sama KKPA sebagai berikut; petani atau pemilik lahan menguasakan kepada KUD sertifikat tanah transmigrasi atau segel tanah yang dimilikinya untuk di jadikan jaminan pinjaman modal usaha perkebunan dalam hal ini kelapa sawit. Selanjutnya KUD bekerja sama dengan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit kemudian proses selanjutnya di perbankan di kelola oleh perusahaan perkebunan.


Tujuan dari kerja sama tersebut adalah untuk mendapatkan keuntungan bersama baik bagi petani maupun perusahaan pengelola perkebunan kelapa sawit melalui mekanisme bagi hasil dengan system tanggung renteng. Untung sama-sama dan rugipun sama-sama.

Telah beberapa bulan terakhir ini para petani tidak mendapatkan bagian dari bagi hasil tersebut dengan alasan sedang merugi, beberapa bulan sebelumnya hanya menerima bagian sebesar Rp 250.000 per paket.

Sebenarnya sejak lama sebagian besar masyarakat petani perserta program KKPA ini menangkap adanya kejanggalan-kejanggalan yang menyelimuti program kerja sama dengan pola KKPA ini, diantara kejanggalan-kejanggalan tersebut adalah:

  1. Masyarakat tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah hutang yang sebenarnya antara perusahaan dengan pihak Bank, sehingga masyarakat juga tidak tau berapa sisa hutang dan berapa yang telah di angsur oleh perusahaan kepada pihak Bank.
  2. Masyarakat juga tidak mengetahui berapa produksi dan kualitas dari panen / produksi TBS serta berapa CPO yang terjual pada setiap bulannya.
  3. Petani / masyarakat tidak mendapatkan informasi tentang berapa biaya yang dipergunakan untuk operasional perusahaan di dalam mengelola perkebunan tersebut.
  4. Masyarakat juga tidak memiliki informasi berapa harga penjualan dari perusahaan.
  5. Ada juga kabar yang beredar bahwa perusahaan telah menggabungkan beberapa sertifikat menjadi satu sertifikat baru.
  6. Dan terakhir adalah masyarakat tidak memiliki bukti apapun tentang perjanjian dan penyerahan sertifikat atau segel hak miliknya, satu-satunya bukti adalah berupa sebuah kartu keanggotaan KUD sehingga di mata hukum keadaan ini tidak baik bagi masyarakat.

Seluruh kejanggalan-kejanggalan tersebut sebenarnya sangat merugikan masyarakat dan ketika hal tersebut di bawa ke ranah hukum posisi masyarakat menjadi sangat lemah karena secara sistematis indikasi adanya ketidak jujuran perusahaan dalam mengelola perkebunan di tanah masyarakat ini telah terjadi sejak dari awal proses kerja sama ini dimulai.

Himbauan kepada pemerintah cobalah kaji dan telusuri masalah ini dan duduklah dalam posisi sebagai wakil masyarakat atau setidak-tidaknya netral. Dan perlu di garis bawahi yaitu bahwa sebagian besar pemilik perusahaan perkebunan itu adalah bukan orang Indonesia atau Pemodal Asing.

0 komentar:

Posting Komentar

Hanya Untuk Sementara