Sabtu, 31 Oktober 2009
RADIKALISASI PERDAMAIAN
09.02 | Diposting oleh
Unknown
Akhirnya Dewan HAM PBB menetapkan laporan Goldstone.
Sebuah resolusi diputuskan untuk mendukung rekomendasi laporan setebal 575 halaman. Israel sendiri menolak dan akan melawan upaya untuk membawanya, dan (mungkin) Ehud Barak, ke pengadilan internasional.
Dugaan kejahatan atas kemanusiaan dalam Perang Gaza sudah banyak diserukan beragam lembaga swadaya masyarakat dan media. Saat itu, aksi militer Israel disebut sebagai tindakan ?berlebihan?. Dikhawatirkan, pascalaporan ini, muncul radikalisasi penyelesaian soal Israel-Palestina.
Dilema Goldstone
Sejak berkuasa, Bibi Netanyahu konsisten menyerukan penolakan terhadap proses negosiasi. Aneka kebijakan yang diambil Netanyahu pun berjarak dari proses perdamaian. Penolakan solusi dua negara, berlanjutnya pembangunan permukiman Yahudi di Area Hijau, hingga kebijakan penutupan yang dilakukan di Jerusalem Timur menunjukkan tren ke arah radikalisasi. Laporan Goldstone akan menambah justifikasi bagi Israel untuk bersikap menjauh dari proses negosiasi.
Ketakutan inilah yang selama ini digunakan AS untuk menekan Otoritas Palestina agar bersikap lebih lunak dalam pembahasan isu Perang Gaza. Tidak mengherankan jika Otoritas Palestina semula memilih opsi untuk menunda pembahasan laporan Goldstone sebelum akhirnya berubah pikiran karena kuatnya tekanan domestik. Sikap Otoritas Palestina itu bukan saja melukai publik Palestina, terutama Gaza, tetapi juga memberi ruang bagi Hamas untuk melakukan manuver politik.
Tidak adanya seruan untuk mengecam tindakan Hamas dalam Perang Gaza (laporan Goldstone hanya menyebut kelompok bersenjata Palestina tanpa mengacu kelompok tertentu) kian memperkuat posisi Hamas vis a vis Fatah. Upaya rekonsiliasi yang dilakukan Mesir akan dapat dimanfaatkan Hamas untuk memenangi pertarungan politik secara legal. Jika ini terjadi, radikalisasi perdamaian akan muncul dari dua arah.
Radikalisme Israel
Rekomendasi laporan Goldstone mengarah kepada tiga hal. Pertama, membentuk komisi penyelidik independen oleh Israel dan Palestina secara terpisah; kedua, membawa laporan itu ke pengadilan internasional; ketiga, membawa laporan Goldstone ke Dewan Keamanan PBB.
Pilihan pertama mustahil dilakukan Israel. Perang Gaza berbeda dari Perang Lebanon Selatan di mana Israel membentuk komisi independen untuk menyelidiki penyebab ?kekalahan?. Justifikasi Perang Gaza bagi Israel lebih kuat jika dibandingkan dengan Perang Lebanon Selatan. Ancaman dari Gaza dipandang lebih nyata sehingga lebih layak ditangani secara militer. Kemungkinan Otoritas Palestina untuk melakukan investigasi juga kecil karena sama dengan menghancurkan dialog intra-Palestina.
Pilihan terakhir, membawa masalah ini ke Dewan Keamanan, akan menjadi pilihan pas bagi Israel dan Otoritas Palestina.
Pembahasan di Dewan Keamanan PBB akan cenderung menguntungkan Israel karena faktor AS. Ini akan membuka dialog tak berujung seperti sudah dilakukan sejak negosiasi proses Oslo. Pilihan ini akan lebih aman diambil Pemerintah AS. Presiden Barack Obama menunjukkan keseriusan terlibat dialog damai Israel-Palestina. Membawa masalah Israel-Palestina dalam kerangka Dewan Keamanan PBB akan mengurangi kritik lobi Yahudi atas pemerintahan Obama.
Dewan HAM PBB memiliki kecenderungan untuk tidak ramah terhadap Israel. Bisa diperkirakan bahwa Dewan HAM akan berupaya untuk mempercepat, setidaknya tidak memperlambat, proses untuk membawa kejahatan di Gaza ke pengadilan internasional.
Radikalisasi Palestina
Ketakutan terhadap radikalisasi Palestina muncul dari tren menguatnya posisi Hamas, baik secara militer maupun politik. Hal ini dikhawatirkan akan menghancurkan proses negosiasi mengingat Hamas terikat sumpah ideologis, tidak membuka dialog dengan Israel. Ketakutan itu akan terwujud jika Otoritas Palestina tidak dikuasai Fatah yang secara tradisional pronegosiasi damai.
Upaya mempertahankan dominasi Fatah dalam Otoritas Palestina kian sulit seiring kedewasaan politik Hamas. Hamas kian piawai memanfaatkan kekerasan alat politik untuk mendongkrak posisi tawar mereka dalam politik domestik Palestina. Mereka lebih mampu memainkan tempo kapan harus beraksi dengan senjata dan kapan harus bermain dalam politik.
Kegagalan resolusi Dewan HAM PBB juga mengecam Hamas menjadi pukulan telak bagi para pelaku perdamaian. Keuntungan politik yang didapatkan Hamas jika mampu dimanfaatkan dalam dialog intra-Palestina dipandang akan mengancam proses negosiasi.
Pilihan untuk membuka kembali dialog perdamaian akan bisa dipandang tepat untuk ?menyelamatkan? dominasi Fatah dalam Otoritas Palestina. Upaya ini dengan sendirinya akan dibarengi masuknya bantuan dalam jumlah signifikan, sesuatu yang belakangan menjadi barang langka di Palestina.
Radikalisasi perdamaian memang berpotensi terjadi pascapengadopsian rekomendasi Goldstone. Radikalisasi itu bisa diatasi dengan memaksa kembali proses negosiasi sebagai jalan keluar bagi posisi sulit Israel dan Otoritas Palestina. Namun, proses negosiasi harus dilakukan dengan cermat dan tidak tergesa-gesa agar tidak mengulangi kesalahan dalam Peta Jalan Damai atau Pertemuan Annapolis.
Broto Wardoyo Pemerhati Isu-isu Politik Timur Tengah
Kompas, Kamis, 29 Oktober 2009
Sebuah resolusi diputuskan untuk mendukung rekomendasi laporan setebal 575 halaman. Israel sendiri menolak dan akan melawan upaya untuk membawanya, dan (mungkin) Ehud Barak, ke pengadilan internasional.
Dugaan kejahatan atas kemanusiaan dalam Perang Gaza sudah banyak diserukan beragam lembaga swadaya masyarakat dan media. Saat itu, aksi militer Israel disebut sebagai tindakan ?berlebihan?. Dikhawatirkan, pascalaporan ini, muncul radikalisasi penyelesaian soal Israel-Palestina.
Dilema Goldstone
Sejak berkuasa, Bibi Netanyahu konsisten menyerukan penolakan terhadap proses negosiasi. Aneka kebijakan yang diambil Netanyahu pun berjarak dari proses perdamaian. Penolakan solusi dua negara, berlanjutnya pembangunan permukiman Yahudi di Area Hijau, hingga kebijakan penutupan yang dilakukan di Jerusalem Timur menunjukkan tren ke arah radikalisasi. Laporan Goldstone akan menambah justifikasi bagi Israel untuk bersikap menjauh dari proses negosiasi.
Ketakutan inilah yang selama ini digunakan AS untuk menekan Otoritas Palestina agar bersikap lebih lunak dalam pembahasan isu Perang Gaza. Tidak mengherankan jika Otoritas Palestina semula memilih opsi untuk menunda pembahasan laporan Goldstone sebelum akhirnya berubah pikiran karena kuatnya tekanan domestik. Sikap Otoritas Palestina itu bukan saja melukai publik Palestina, terutama Gaza, tetapi juga memberi ruang bagi Hamas untuk melakukan manuver politik.
Tidak adanya seruan untuk mengecam tindakan Hamas dalam Perang Gaza (laporan Goldstone hanya menyebut kelompok bersenjata Palestina tanpa mengacu kelompok tertentu) kian memperkuat posisi Hamas vis a vis Fatah. Upaya rekonsiliasi yang dilakukan Mesir akan dapat dimanfaatkan Hamas untuk memenangi pertarungan politik secara legal. Jika ini terjadi, radikalisasi perdamaian akan muncul dari dua arah.
Radikalisme Israel
Rekomendasi laporan Goldstone mengarah kepada tiga hal. Pertama, membentuk komisi penyelidik independen oleh Israel dan Palestina secara terpisah; kedua, membawa laporan itu ke pengadilan internasional; ketiga, membawa laporan Goldstone ke Dewan Keamanan PBB.
Pilihan pertama mustahil dilakukan Israel. Perang Gaza berbeda dari Perang Lebanon Selatan di mana Israel membentuk komisi independen untuk menyelidiki penyebab ?kekalahan?. Justifikasi Perang Gaza bagi Israel lebih kuat jika dibandingkan dengan Perang Lebanon Selatan. Ancaman dari Gaza dipandang lebih nyata sehingga lebih layak ditangani secara militer. Kemungkinan Otoritas Palestina untuk melakukan investigasi juga kecil karena sama dengan menghancurkan dialog intra-Palestina.
Pilihan terakhir, membawa masalah ini ke Dewan Keamanan, akan menjadi pilihan pas bagi Israel dan Otoritas Palestina.
Pembahasan di Dewan Keamanan PBB akan cenderung menguntungkan Israel karena faktor AS. Ini akan membuka dialog tak berujung seperti sudah dilakukan sejak negosiasi proses Oslo. Pilihan ini akan lebih aman diambil Pemerintah AS. Presiden Barack Obama menunjukkan keseriusan terlibat dialog damai Israel-Palestina. Membawa masalah Israel-Palestina dalam kerangka Dewan Keamanan PBB akan mengurangi kritik lobi Yahudi atas pemerintahan Obama.
Dewan HAM PBB memiliki kecenderungan untuk tidak ramah terhadap Israel. Bisa diperkirakan bahwa Dewan HAM akan berupaya untuk mempercepat, setidaknya tidak memperlambat, proses untuk membawa kejahatan di Gaza ke pengadilan internasional.
Radikalisasi Palestina
Ketakutan terhadap radikalisasi Palestina muncul dari tren menguatnya posisi Hamas, baik secara militer maupun politik. Hal ini dikhawatirkan akan menghancurkan proses negosiasi mengingat Hamas terikat sumpah ideologis, tidak membuka dialog dengan Israel. Ketakutan itu akan terwujud jika Otoritas Palestina tidak dikuasai Fatah yang secara tradisional pronegosiasi damai.
Upaya mempertahankan dominasi Fatah dalam Otoritas Palestina kian sulit seiring kedewasaan politik Hamas. Hamas kian piawai memanfaatkan kekerasan alat politik untuk mendongkrak posisi tawar mereka dalam politik domestik Palestina. Mereka lebih mampu memainkan tempo kapan harus beraksi dengan senjata dan kapan harus bermain dalam politik.
Kegagalan resolusi Dewan HAM PBB juga mengecam Hamas menjadi pukulan telak bagi para pelaku perdamaian. Keuntungan politik yang didapatkan Hamas jika mampu dimanfaatkan dalam dialog intra-Palestina dipandang akan mengancam proses negosiasi.
Pilihan untuk membuka kembali dialog perdamaian akan bisa dipandang tepat untuk ?menyelamatkan? dominasi Fatah dalam Otoritas Palestina. Upaya ini dengan sendirinya akan dibarengi masuknya bantuan dalam jumlah signifikan, sesuatu yang belakangan menjadi barang langka di Palestina.
Radikalisasi perdamaian memang berpotensi terjadi pascapengadopsian rekomendasi Goldstone. Radikalisasi itu bisa diatasi dengan memaksa kembali proses negosiasi sebagai jalan keluar bagi posisi sulit Israel dan Otoritas Palestina. Namun, proses negosiasi harus dilakukan dengan cermat dan tidak tergesa-gesa agar tidak mengulangi kesalahan dalam Peta Jalan Damai atau Pertemuan Annapolis.
Broto Wardoyo Pemerhati Isu-isu Politik Timur Tengah
Kompas, Kamis, 29 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar