Rabu, 16 Desember 2009

PostHeaderIcon Dari Kamar 803

VIVAnews – SATU taksi berhenti di depan lobi Hotel Grand Mahakam, Blok M, Jakarta Selatan, pada suatu hari di pertengahan Mei 2008. Dua orang turun. Yang seorang wanita, Rani Juliani. Seorang lagi adalah lelaki. Dia adalah Nasruddin Zulkarnaen.




Keduanya melangkah masuk ke hotel. Di ruang lobi, mereka berpisah. Si lelaki memilih tinggal di ruang jembar itu. Sementara, si perempuan  bergegas. Dia masuk ke lift, lalu memijit lantai 8. Tujuannya: kamar 803.

Di dalam kamar, seorang lelaki lain menunggu. Dia adalah Antasari Azhar, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Keduanya lalu bercakap dengan pintu tertutup. Tak sampai sejam, Nasruddin naik: memergoki Antasari dan Rani.

Tak jelas apa yang terjadi antara Antasari dan Rani. Rekonstruksi pertemuan itu sempat digelar polisi pada Agustus lalu. Dalam proses rekonstruksi itu, Antasari sempat membantah 25 adegan yang tengah direka polisi di kamar itu. Rani pun murka.

“Bapak (Antasari) ini gimana sih, kita lakukan ini, tapi kok dibilang tidak," kata seorang perwira polisi mengutip perkataan Rani. Perempuan itu marah karena Antasari membantah merayunya pada pertemuan di kamar itu.

Pertemuan di kamar 803 itu penting sebagai kunci penghubung pembunuhan Nasruddin.  Direktur PT Putra Rajawali Banjaran itu, ditembak usai bermain golf di Padang Golf Modernland, Cikokol, Tangerang, sekitar pukul 14.00 WIB, Sabtu 14 Maret 2009. Ia tewas 22 jam kemudian dengan dua peluru bersarang di kepalanya.

Kasus pembunuhan itu menyeret sembilan tersangka. Lima tersangka eksekutor saat ini sudah berstatus terdakwa. Mereka kini tengah disidang di Pengadilan Negeri Tangerang.

Empat tersangka lainnya adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Antasari Azhar, mantan Kapolres Jakarta Selatan, Komisaris Besar Polisi Williardi Wizar, serta dua pengusaha Jerry Hermawan dan Sigid Haryo Wibisono. Mereka saat ini tengah menunggu untuk disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Antasari diduga sebagai dalang, Sigid diduga sebagai penyandang dana, dan Wiliardi diduga berperan mencari eksekutor pembunuhan. Antasari dijerat dengan Pasal 340 KUHP sub pasal 338 KUHP dan atau pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman mati.

Ada banyak cerita terungkap dalam pertemuan di kamar itu. Menurut sumber VIVAnews, pada pertemuan itu Rani sengaja tidak mematikan telepon selulernya yang terhubung ke Nasruddin. Jadi, semua percakapannya dengan Antasari disimak Nasruddin yang  berada di lobi hotel. Nasruddin pun merekam percakapan itu.

Setelah telepon itu mati, barulah Nasruddin naik, dan menangkap basah keduanya. “Nasruddin dan Rani diduga sengaja melakukan itu, untuk menjebak Antasari dan menjadikannya senjata untuk memeras dan meneror," kata sumber di kepolisian.

Antasari tak membantah pertemuan itu. "Rekonstruksi itu diakui. Memang ada pertemuan antara Antasari, Nasruddin, dan Rani di dalam kamar di lantai 8," kata Kepala Satuan Kejahatan dengan Kekerasan, Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Niko Afinta, usai rekonstruksi.

Dalam perbincangan di kamar itu, kabarnya Rani menawarkan Antasari perpanjangan anggota eksekutif Padang Golf Modernland, tempat Rani bekerja sebagai caddy. Di sini Antasari sempat merayu Rani. Antasari juga dalam pertemuan itu memberi Rani uang US$ 500.

Antasari sendiri membantah pemberian uang. "Itu sama sekali tidak benar. Hanya pernyataan Rani saja," kata pengacara Antasari, Arie Yusuf Amir.

Polisi sudah memegang rekaman percakapan di Grand Mahakam itu.  Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar M Iriawan membenarkan fakta itu.

Menurut M Iriawan, ada alat bukti yang akan mengungkap semuanya. Salah satunya adalah rekaman suara Antasari yang belum diketahui Antasari sendiri.

"Rekaman itu sudah dicek keasliannya kepada ahli fonologi dan telah dibawa ke London untuk diteliti. Ada sekitar 20 suku kata yang sama dengan suara Antasari," ujar M Iriawan.

***

Pertemuan di Grand Mahakam itu adalah jembatan yang membuka kaitan Antasari, Rani Juliani, dan Nasruddin Zulkarnaen. Pertemuan itu diduga digunakan Nasruddin memeras dan meneror Antasari. Dia mengancam akan membuka aib itu ke publik. Inilah yang membuat Antasari gelap mata.

Bukti Antasari mulai geram adalah perintah dia menyadap Nasruddin dan Rani. Penyadapan ini dilakukan oleh divisi teknologi informasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Seorang sumber di Kepolisian Daerah Metro Jaya, Rabu 26 Agustus 2009, mengatakan, Antasari tak menggubris stafnya di bagian penyadapan KPK yang mengingatkan tindakan menyadap telepon Nasruddin dan Rani menyalahi aturan. Sebab, penyadapan itu tak memiliki kaitan dengan kasus yang tengah ditangani KPK.

Antasari justru marah dan tetap memaksa stafnya menyadap telepon Nasruddin dan Rani. "Kamu lakukan saja perintah saya, dia (Nasruddin) atau saya yang mati," kata si sumber mengutip pernyataan Antasari kepada stafnya kala itu.

Sementara, berdasarkan keterangan Direktur Informasi dan Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memang ada perintah dari Antasari soal penyadapan. Aksi ‘menguping’ itu dilakukan karena ada surat perintah yang diteken Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah.

Atas dugaan penyadapan itu, polisi juga telah memeriksa Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK, Chandra M Hamzah dan Direktur Pengelolaan Informasi dan Data KPK.

Bukti pertemuan di hotel Grand Mahakam, dan perintah penyadapan Rani itu, menjadi dua bukti kuat kepolisian menghubungkan Antasari dengan pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen.


***

Rani sendiri barangkali tak menyangka kisah segitiga antara dia, Nasruddin dan Antasari berbuah petaka.

Setelah Nasruddin terbunuh, dia meminta perlindungan polisi. Sejak itu, dia seperti menghilang. Hanya dua kali Rani tampil di muka umum. Pertama, saat pemeriksaan polisi. Kedua, saat rekonstruksi di Hotel Grand Mahakam itu.

Informasi tentang dirinya tak banyak. Dia punya blog, beralamat di rani-juliani.blogspot.com. Dari blog itu diketahui Rani kuliah di STMIK Raharja di Cikokol, Kota Tangerang.

Sekitar dua tahun lalu, dia pamit dari dunia caddy. Alasannya, agar bisa konsentrasi kuliah. Tapi, dia rupanya setengah hati berhenti. Rani tetap jadi caddy, tapi dengan status freelance.

Artinya, dia hanya bekerja kalau ada pesanan.

Rumah Rani di Kelurahan Panunggangan Utara, Pinang, Kota Tangerang, masih tertutup rapat. Menurut para tetangganya, Rani dan keluarganya meninggalkan rumah itu sejak pertengahan Maret lalu, atau beberapa hari setelah peristiwa penembakan Nasruddin.

Beberapa tetangga Rani mengatakan pria berkumis yang belakangan mereka ketahui sebagai Nasruddin kerap berkunjung ke rumah Rani. Keluarga Rani, menurut seorang warga Panunggangan, pernah menjelaskan bahwa pria berkumis itu suami Rani.

Menurut tetangga, Rani dan Nasruddin menikah siri sekitar awal 2008. Tak lama setelah pernikahan, Rani dan keluarganya berlibur ke Bali. Selain itu, Rani punya motor baru. Dia lalu meneruskan kuliah di STMIK Raharja.

Tapi, ujung cerita cinta segi tiga itu berakhir di Kamar 803 Hotel Grand Mahakam. Rani kini menjadi saksi kunci kasus pembunuhan Nasrudin.

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Hanya Untuk Sementara